Saturday 3 August 2019

Bukan Golongan Sein Kiri Belok Kanan


Lalu lintas dan transportasi memang menjadi masalah di banyak kota di Indonesia. Begitu juga di kota Jogja. Semakin hari lalu lintas semakin padat. Apalagi pada jam-jam sibuk, semakin panjang antrian kendaraan di trafic light yang kadang-kadang sangat semrawut. Beberapa jalan alternatif yang dulu menjadi andalan saya pun kini juga ikut-ikutan macet.

Bertambahnya kendaraan pribadi adalah salah satu sebab mengapa lalu lintas semakin padat. Tapi lalu lintas yang semrawut bukan saja karena bertambahnya jumlah kendaraan, tapi juga sikap berkendara dari pengguna jalan sendiri. Di antaranya adalah ketidakpatuhan terhadap rambu-rambu lalu lintas dan kurangnya etika berkendara di jalan raya.

Beberapa waktu lalu saya mengikuti seminar Safety Riding yang diadakan oleh rumah sakit tempat saya bekerja. Seminar ini semua pesertanya adalah kaum perempuan. Menurut panitia sih, memang sengaja yang diikutkan yang perempuan. Saya jadi ingat fenomena ‘sein kiri belok kanan’ yang sering dituduhkan kepada emak-emak, he. Saya sih bukan golongan ‘sein kiri belok kanan’. Yang pernah, setelah menyalakan lampu sein saya lupa mematikan lalu diingatkan pengendara lain, he.

Selalu seru yang namanya acara isinya emak-emak dan embak-embak. Ada yang jujur menyampaikan rasa ‘tidak suka’ sama oknum polisi gara-gara pernah punya pengalaman negatif dengan oknum polisi. Ada yang bertanya seputar proses tilang di jalan. Dan ada kuis berhadiah 1 juta yang dihadiahkan oleh nara sumber dari Polda DIY. Pastinya selain keseruan, para peserta mendapatkan motivasi dan tambahan ilmu untuk berkendara dengan aman.

Salah satu hal yang saya ingat kembali dari seminar kemarin adalah arti warna lampu lalu-lintas. Mungkin sejak SD kita sudah hafal luar kepala arti warna lampu lalu lintas. Merah berarti berhenti, kuning artinya pelan-pelan dan hijau berarti jalan.

Arti yang selama ini kita hafal tersebut sudah benar, akan tetapi kurang sempurna. Lampu merah artinya pengendara wajib berhenti di belakang garis stop. Kuning artinya bila pengendara masih berada di belakang garis stop kita wajib berhenti, tetapi bila sudah melewati garis stop maka dipersilahkan lanjut. Dan warna hijau artinya pengendara wajib berjalan.

Sekilas tampak mudah, tapi mematuhi lampu lalu lintas ini ternyata tidak semudah kita menghafalkan artinya. Malah di trafic lights ini sering sekali terjadi pelanggaran yang tidak kentara. Karena dilakukan bersama-sama, he. Dan kalau sudah banyak yang melanggar, menjadi susah untuk diperbaiki. Kadang orang yang tadinya mau tertib pun jadi ikut arus, karena kalau tidak bisa beresiko tertabrak atau diomeli pengendara di belakangnya. Huft …

Di jalan-jalan utama kota ketidakpatuhan pada lampu lalin ini sering menyebabkan kemacetan yang sulit diurai. Misalnya di area perempatan Tugu Jogja. Pada jam-jam sibuk area perempatan ini akan ramai di tiap arah jalan. Nah, akibat para pengendara yang tetap berjalan saat lampu merah sudah menyala akan menyebabkan tumpukan kendaraan di tengah perempatan. Dan kalau sudah begini biasanya akan semakin ruwet karena tak akan ada yang mau mengalah lagi.

Tapi ketidakpatuhan terhadap lampu lalin ini bukan semata-mata karena ketidaktahuan. Kadang-kadang pelanggaran terjadi akibat antrian panjang di lampu merah yang membuat pengendara  begitu gerah dan tidak sabar untuk segera berjalan. Tentu saja ini bukan alasan pembenaran. Tapi inilah yang setiap hari terjadi. Kalau mau ditelisik lebih jauh akhirnya ketemu lagi dengan masalah jumlah kendaraan yang terus meningkat. Begitulah ...

Mengenai kepatuhan terhadap rambu-rambu ini saya teringat seorang teman yang pernah belajar di Jepang. Dia bercerita para pengendara di Jepang memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rambu-rambu lalu-lintas. Selain itu angkutan umum juga sangat patuh pada rute yang harus dilalui. Meski sepi penumpang dia tetap diantarkan sampai tujuan. Hmm, kapan ya kita seperti warga Jepang?

Baca juga : Dulu Pernah Jadi Pengguna Angkutan Umum

Menurut data dari Kepolisian Daerah, berikut ini beberapa pelanggaran yang sering dilakukan oleh pengguna jalan :
  • kecepatan kendaraan
  • ketidakpatuhan marka jalan
  • tidak memakai helm
  • pengendara di bawah umur
Dari beberapa artikel yang saya baca memang pemerintah telah mengatur batas kecepatan berkendara yang berbeda pada tiap area. Dan tentunya ada sanksi bagi yang melanggar batas kecepatan ini. Sedangkan pelanggaran terhadap marka jalan bisa jadi akibat dari ketidaktahuan karena banyaknya jenis dari marka jalan ini. Untuk pengendara yang tidak memakai helm beberapa kali masih saya lihat dilakukan oleh pelajar dan di area-area yang memang tidak ada penjagaan polisi.

Selain yang disebutkan di atas, ada banyak perilaku pengguna jalan yang mungkin tidak akan dianggap pelanggaran namun tidak kalah berbahaya dari pelanggaran itu sendiri. Seperti menyalip atau bermanuver seenaknya yang membuat kaget pengendara lain. Berkendara dengan kecepatan tinggi sementara jalan yang dilalui adalah jalur yang sangat pas-pasan untuk berpapasan mobil dan motor. Atau membonceng dengan bawaan ditaruh di samping badan yang beresiko menyenggol pengendara lain.

Berkendara memang tidak sekedar butuh nyali. Banyak hal yang perlu dipersiapkan mulai dari kondisi motornya, persiapan fisik pengendara, pengetahuan berkendara yang benar dan etika berkendara di jalan raya. Membekali diri dengan pengetahuan berlalu lintas merupakan keharusan untuk keselamatan bersama. Dan khususnya bagi kaum emak-emak agar tidak lagi menjadi tersangka ‘sein kiri belok kanan”. He ...

10 comments:

  1. Dari tulisan ini, sy jadi tahu fungsi lampu kuning yang sebenarnya. Duh kemana saja sya selama ini? Hahahha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pun tadinya hanya tahu dari apa yang dihafal sejak jaman sekolah dulu.

      Delete
  2. Iya ya mbak, aku juga banyak dengar dari cerita papa saya kalo di Jepang itu masyarakatnya sangat patuh hukum. Nggak perlu ada polisi di tiap tikungan, di sana semua orang patuh hukum bukan karena ada polisi seperti di sini, hehehe. Kadang miris liatnya, aku pengennya masyarakat di sini sama tertibnya seperti masyarakat di sana. Tapi ya mau bagaimana, banyak orang merasa tak punya malu untuk melanggar peraturan yg berlaku. Malu sebenarnya banyak pengunjung dari negara lain yg melihat ketidakpedulian banyak orang di sini terhadap peraturan. Yah, semoga aja ke depannya nanti akan ada lebih banyak orang yg sadar hukum dan mau menaati peraturan bukan karena ada polisi tapi karena memang keasadaran dari masing2 individu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, semoga masyarakat kita semakin paham dan mematuhi aturan karena kesadaran sendiri bukan karena ada petugas saja.

      Delete
  3. Nah ini saya setuju banget, banyak banget masalah di jalan karena tidak adanya disiplin dalam berlalin, saya sendiri dulu pernah jadi admin medsos untuk salah satu brand otomotif INdonesia, dan terkadang memang dari sisi pengguna, banyak masalah yang muncul. Paling umum menggunakan lampu hazzard ketika menyebrangi perempatan, padahal fungsi lampu ini ketika mobil mengalami kerusakan. dan tidak boleh ketika dijalankan, ini untuk pengendara sipil ya.

    Salam kenal ya mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, saya malah baru tahu tentang lampu hazzard ini. Maklum bergaulnya sama motor saja tiap hari, he. Ternyata fungsinya saat darurat ya. Hmm, banyak yang melanggar juga ya.

      Delete
  4. Terima kasih, telah diingatkan kembali...hehehe. Kadang suka lupa juga untuk rambu

    ReplyDelete
  5. Tapi emg mba, bbrp kali saya ngalamin hampir kecelakaan karna yang depan sein kanan tau2 langsung ke kiri hehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sein yang salah atau sein yang dinyalakan mendadak sangat beresiko bagi pengendara di belakangnya.

      Delete

Terimakasih telah berkunjung ke Yoen NgeBlog. Saya akan berusaha membalas komentar secepatnya.πŸ“πŸŒ»πŸŒΈπŸŒ»