Saturday, 15 February 2025

Review Buku : Mi Instan, Mitos, Fakta dan Potensi

Saturday, February 15, 2025
Review Buku : Mi Instan, Mitos, Fakta Dan Potensi

Judul : Mi Instan, Mitos, Fakta Dan Potensi
Nama Penulis : FG Winarno
Tahun terbit : 2016
Nama penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 147
No. ISBN : 978-602-03-3398-4

Penulis adalah seorang ahli Ilmu Pangan dan Teknologi. Ia mendapatkan gelar Profesor di bidang Ilmu Pangan dan Teknologi pada 1982 dari Institut Pertanian Bogor. Ia pernah menjabat Chairman Codex Alimentarius Commission FAO/WHO 1991-1995. Di dalam negeri ia pernah menjabat sebagai Penasihat Menteri Pangan RI 1996-2004 dan Presiden Indonesian Flavor dan Fragrance Association 1996-2004.

Bisa dibilang review buku ini sangat terlambat, kalau dilihat buku ini terbit tahun berapa dan saat ini sudah tahun berapa. Tapi tidak ada kata terlambat, bukan? Apalagi ini pertama kali saya menulis review buku yang mana sudah tertarik untuk mereview buku sejak dulu.

Ada cerita bertahun-tahun lalu saat saya bersama seorang kerabat yang sedang bezuk saudara di rumah sakit. Ketika kami sedang berbincang lewatlah seorang pramusaji yang sedang membawa mie instan yang memang diperuntukan bagi karyawan yang dinas malam. Kemudian saudara saya tersebut mengatakan bahwa katanya mie itu kan tidak baik untuk dikonsumsi tapi rumah sakit kok malah memberikan mie instan. Saya lupa waktu itu menjawab apa, he, namun kata-kata saudara saya tersebut terus teringat hingga kini.

Buku ini saya beli beberapa tahun lalu di sebuah outlet buku di sebuah mall di Jogja. Saya tertarik untuk membelinya karena topik mengenai mie instan ini memang banyak diperbincangkan. Topik yang menimbulkan rasa bersalah kalau makan mie instan. Saya berharap ada pencerahan setelah membacanya.

Buku ini terdiri dari 7 bab yang dikemas dalam bentuk tanya jawab di mana pertanyaan-pertanyaan tersebut dikumpulkan sesuai topiknya dalam masing-masing bab tersebut.

Di bab pertama misalnya, di sana dibahas mengenai asal muasal mie instan dan bagaimana penyebarannya di dunia yang akhirnya tiap-tiap negara memiliki mie sendiri dengan keunikannya. Dan disebutkan di sini adalah seorang bernama Momofuku Ando yang berpikir bagaimana cara mengatasi kekurangan pangan di Jepang setelah Perang Dunia II, yaitu dengan makanan praktis, mengenyangkan dan mempunyai daya simpan yang lama hingga muncullah mie instan seperti yang berkembang sangat pesat hingga sekarang.

Membaca bab pertama ini mengingatkan saya pada beberapa jenis mie yang ada di Indonesia. Banyak kita temui mie yang penampakannya berbeda-beda karena bahannya yang berbeda. Salah satu jenis mie yang unik namun enak itu adalah mie lethek dari Bantul yang dari warnanya terkesan kotor ( =bahasa Jawa : lethek ) namun bila dimasak dengan benar mempunyai cita rasa yang lezat.

Beberapa fakta yang sudah dipahami oleh masyarakat dibahas juga dalam buku ini. Diantaranya bahwa mengkonsumsi mie instan secara tunggal saja tidak akan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi harian. Maka perlu dilengkapi dengan protein dan sayuran. Selain itu kadar garam yang tinggi dalam bumbu mie instan menjadikan mie instan ini tidak disarankan untuk penderita hipertensi.

Ada beberapa temuan penelitian yang berkaitan dengan mie instan yang dibahas di buku ini. Efek mengkonsumsi MSG adalah salah satu isu yang masih menjadi bahan penelitian hingga beberapa waktu terakhir. Selain itu penggunaan styrofoam pada kemasan mie cup dan senyawa akrilamida yang ditemukan pada makanan yang dipanaskan. Di dalam buku ini dibahas berapa kadar yang diijinkan dan aman untuk dikonsumsi.

Saya sebagai masyarakat awam sebenarnya punya satu prinsip yang mudah : makanan yang sudah ijin edar oleh pihak yang berwenang, misal BPOM di Indonesia artinya makanan itu aman dikonsumsi. Tetapi saat kita mengetahui bahwa senyawa itu memang ada kadang ini tidak cukup menenangkan. 

Akhirnya menurut saya buku ini menjawab beberapa hal yang selama ini meragukan. Namun beberapa riset yang ditampilkan barangkali tidak mudah dicerna oleh masyarakat awam (termasuk saya, he) karena menggunakan istilah-istilah kimia. Tetapi meski tidak semua mudah dicerna itu cukup membuka mata mengenai temuan-temuan tersebut dan menjadikan kehati-hatian untuk tidak menjadikan mi instan sebagai menu utama.

Saturday, 18 January 2025

Kenali Siapa Saja Mahram Kita !

Saturday, January 18, 2025
"Maaf, bukan mahram." Kalimat yang sering kita dengar bila berkaitan dengan muamalah antara lawan jenis. Menandakan bahwa istilah ini sudah sangat familiar di dalam kehidupan sehari-hari. Namun seperti apa rincian 'mahram' itu sendiri. Berikut adalah definisi dan rinciannya.

Mahram dari kalangan wanita, yaitu orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya tanpa batas. Dibolehkan bagi lelaki ini  safar bersamanya, boleh boncengan dengannya, boleh melihat wajahnya,  tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.

Mahram dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
  • mahram karena nasab ( keturunan )
  • mahram karena penyusuan
  • mahram mushaharah ( kekeluargaan karena pernikahan ). 

Mahram karena nasab

Kelompok yang pertama dibagi menjadi tujuh golongan :
  • Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur  laki-laki maupun wanita.
  • Anak perempuan ( putri ), cucu permpuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
  • Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
  • Saudara peremuan  bapak ( bibi ), saudara perempuan kakek ( bibi orang tua ) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
  • Saudara perempuan ibu ( bibi ), saudara perempuan nenek ( bibi orang tua ) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
  • Putri saudara perempuan ( keponakan ) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya  ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
  • Putri saudara laki-laki ( keponakan ) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya  ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.

Mereka inilah yang dimaksudkan Allah subhanallahu wa ta'alaa :
"Diharamkan atas kamu ( mengawnini ) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara - suadara bapakmu yang perempuan, saudara-saudar ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan ..." ( QS An Nisa : 23 )

Mahram karena penyusuan 

Kelompok yang kedua juga berjumlah tujuh golongan sama dengan mahram yang telah disebutkan pada nasab, hanya saja di sini sebabnya adalah penyusuan. Dua diantaranya telah disebutkan Allah subhanahu wa ta'aalaa :
"Dan ( diharamkan atas kalian ) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara- saudara peerempuan kalian dari penyusuan".( An-Nisa 23 )

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang wanita yang menyusui seorang anak menjadi mahram bagi anak susuannya, padahal air susu itu bukan milik dia melainkan milik suami yang mengaulimya sehingga memproduksi air susu. Ini menunjukkan secara tanbih bahwa suaminya menjadi mahram bagi anak susuan tersebut. Kemudian penyebutan saudara susuan secrara  mutlak, berarti masuk di dalamnya anak kandung  dari susu ibu susu, anak kandung dari ayah susu, begitu pula dari dua anak yang disusui oleh wanita yang sama. 
Maka ayat ini dan hadits yang marfu' :
"Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan". ( Muttafaqun 'alaihi dari Ibnu Abbas ).

Keduanya menunjukkan tersebarnya hubungan mahram hubungan dari pihak ibu dan ayah susu sebagaimana tersebarnya pada kerabat atau ( nasab ). Maka ibu dari orang tua susu misalnya, adalah mahram sebagai nenek karena susuan dan seterusya ke atas sebagaimana pada nasab.

Adapun dari pihak yang menyusu, maka hubungan mahram itu terbatas pada jalur anak keturunan nya saja. Maka anak keturunannya yaitu anak, cucu  dan seterusnya ke bawah aadalah mahram bagi ayah dan ibu susunya. 

Mahram mushaharah 

Adapun kelompok yang ketiga maka jumlahnya 4 golongan sebagai berikut :
  1. istri bapak ( ibu tiri ), istri kakek dan seterusnya ke atas berdasarkan surat An-Nisa ayat 22.
  2. istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan surat An-Nisa ayat 23.
  3. ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas berdasarkan surat An-Nisa ayat 23.
  4. anak perempuan istri-dari suami lain ( rabibah ), cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun dari kerturunan rabib dan seterusnya ke bawah berdasarkan suratAn-Nisa ayat 23.

Golongan 1, 2, 3 menjadi mahram hanya sekedar dengan akad nikah yang sah meskipun belum melakukan jima' ( hubungan suami istri ), adapun yang ke empat dipersyaratkan adanya jima selain adanya akad nikah yang sah. Dan tidak dipersyaratkan rabibah itu harus dalam asuhannya menurut pendapat yang paling rajih yaitu pendapat jumhur dan dipilih oleh Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Dan mereka tetap sebagai mahram meskipun terjadi perceraian atau ditinggal mati. Maka misalnya istri bapak ( ibu tiri ) tetap sebagai mahram meskipun dicerai atau ditinggal mati oleh bapak.

Selain dari yang disebutkan di atas maka bukan mahram. Jadi boleh seseorang menikahi rabibah bapaknya atau menikahi perempuan dari saudara perempuan dari istri bapaknya dan seterusnnya.

Begitu pula saudara perempuan istri atau bibi istri, baik karena nasab atau penyusuan maka bukan mahram dan tidak berlaku hukum mahram padanya. Namun berlaku hukum mahram apabila saudaranya atau keponakannya itu masih sebagai istri.
Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta'aalaa :
"Dan ( haram atasmu ) mengumpulkan dua wanita bersaudara sebagai istri ( secara bersama-sama )." ( An-Nisa 23 )

Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu muttafaqun 'alaih bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melarang mengumpulkan seorang wanita dengan bibinya sebagai istri secara bersama-sama. Wallahu a'lam bishshowab. ( Lihat tafsir Ibnu Katsir, tafsir As Sa'di, Asy Syarhul Mumti", 5/168-210 )

( Sumber : Asy Syariah - Vol I No 8 - 1425 H )